Pages

Kamis, 22 Maret 2012

Unpredictable Boyfriend - The Last Time Come Back #Part3

Kepala Nico mendadak sakit dan ia berkeringat dingin.Terus digendongnya Rey sampe ke depan rumah sakit. Perasaannya bercampur aduk, sedih kecewa marah dan rasa tak mau kehilangan. Melihat muka Rey bersimbah darah sudah membuatnya sakit dan menohoknya sampai ke ulu hati. Ditunggunya Rey dengan sabar di depan ruang tunggu UGD RS Kasih Bunda. Para guru menelfon orangtua Rey. 30 menit kemudian Papa, Mama dan Shella Kakak Rey memasuki Rumah Sakit. Mama Rey terlihat menangis sambil dirangkul Papa Rey.
"eh kamu siapa? Kalo ga salah Nik.. Nico ya?"
"I.. Iya tante" Nico jelas gugup karena Rey pernah memberitahunya bahwa orang tuanya sudah tahu tentang peperangan mereka.
"Yang dulu membenci Rey mati-matian itu kan? Kok kamu juga disini? Sudah baikan sama Rey?" tanyanya lembut. Nico sampe kaget.
"He-eh Tan. Eh.. Oh.. saya yang nolongin Ai.. Eh Rey.. Hehe. Sudah kok Tan. Sa.. Saya minta maaf ya Tan atas kesalahan saya selama ini"
"Wah, terima kasih ya Nic! Lho, bagus dong Nic jadi nggak usah musuhan lagi. Oh, iya tante maafkan kok. Tante maklum kan kalian anak muda" kata Tante Rivea sambil menepuk pundak Nico.
"Oh jadi ini calon mantunya mama?" Shella nyerobot. Akira yang mendengarnya langsung ikut menyusul Rivea dan Shella.
"Wah, jadi ini ya Maa? Papa kamu temen Oom juga kan Nic? Nitip salam dong"
"Ah Shella bisa aja! Hehe. Iya Om papa saya temen Om. Boleh nanti saya sampaikan"
Keluarga Rey sama sekali tidak menaruh dendam pada Nico. Mereka tahu setiap apa yang dilakukan Nico itu ada alasannya. Termasuk tentang kebencian Nico pada Rey. Tak lama dokter yang menangani Rey keluar dari ruangan dan meminta orangtua Rey untuk masuk.

Kelewat cemas, Nico tertidur di ruang tunggu. Sementara Bu Rima masih menunggui dan Pak Seto izin pulang karena ada acara keluarga. 20 menit kemudian orang tua Rey keluar bersama Shella. Mereka lega karena Rey hanya mengalami luka luar dan sobek pada kepala belakangnya.
"Nico.. Nic.. Nico"
Nico mengerjap sesaat.
"Eh, iya Om"
"Nic, Om, Tante sama Shella mau pulang sebentar. Kamu bisa menunggui Rey sebentar? Dia baru saja dipindah ke kamar VIP 801. Di lantai atas"
"Bisa kok Om hehe"
"Yaudah, Om tinggal ya?"
"Iya"
Setelah melempar senyum pada semua dan Bu Rima yang juga beranjak pulang, Nico langsung menuju kamar itu dengan setengah berlari. Benar-benar ingin secepatnya melihat wajah Rey. Begitu melihatnya Nico benar-benar menjadi tenang. Walaupun dibantu selang pernafasan, tapi Nico tenang Rey tidak kenapa-kenapa.

Jam menunjukkan pukul enam. Nico masih setia menunggu Rey. Tiba-tiba ia ingin mengabadikan foto saat rey sakit. Lalu ia mengambil BB nya dan berpose disamping Rey, satu tangannya diletakkan di atas kepala Rey melingkar dan ia tersenyum sambil memandang Rey. KLIK! 'elo lucu, gue suka waktu elo tidur' batinnya.
"Rey maafin gue mau kan?Please.. Gue nggak betah kalo harus marah sama elo terus Rey", kata Nico sambil memegang erat tangan cewek itu. 
Tiba-tiba tangan Rey memegang tangan Nico erat dan kedua sudut bibir Aiko terangkat. Rey tersenyum. Nico lalu melangkah ke sofa yang ada di seberang tempat tidur itu. Ia tertidur. Tak lama kemudian orang tua Rey dan Shella sang kakak kembali. Mereka menatap Nico dengan senyum penuh arti.

Rey sedikit demi sedikit membuka matanya. Dilihatnya Shella dan.. Nico? batinnya. Entah kenapa hatinya merasa sakit melihat Shella disampingnya dan Nico tidur di sofa. Shella yang menyadari Rey sudah terbangun segera menyambutnya dengan over. Cih!
"AIKOOO! UDAH BANGUN?!", pekiknya kelewat melengking. Sampe Nico kebangun.
"Eh, udah ce! Mama sama papa mana?"
"Hai. Gimana, lo dah baikan kan Ai?"
"Mama sama papa lagi nyari makan, Mei!"
"Hello Nic. Udah. Tumben elo manggil gue begitu. Oh, yaudah deh"
"Eh Ai gue pulang boleh?", Nico meminta izin.
"Lakukan sesuka lo", jawab Rey sambil tersenyum jengah. Ada arti tidak ikhlas disana.
"Gue pulang ya, Yok, Bye!"
Rey hanya memandangnya sengit. Bertanya kenapa sampai dia yang ada disitu. Dia juga berharap bukan Nico yang menolongnya. Melihat Nico pergi hatinya lega. Seperti sebuah besi yang berhasil ia patahkan. Shella menatapnya penuh arti.

-----------------------

Dua minggu setelah kejadian itu, Rey kembali ke bangku sekolah. Banyak yang bersimpati padanya dengan menanyakan kabarnya, tersenyum dan menjabat tangannya. Rey senang mendapat perhatian seperti itu. Itu artinya dia disayang. Tapi perasaannya berubah ketika Nico menggenggam tangannya.
"Lo da baikan?"
"Kelihatannya?" tanya Rey sambil mengangkat alis.
"Gue khawatir sama elo, lo tau nggak gue suka nungguin lo?"
"Nggak. Mending gue nggak ditunggu sama buaya macam lo"
"Gue kan manusia"
Rey mengibaskan tangan Nico lalu beranjak pergi. Hatinya masih dongkol karena Nico dan Shella kemarin. Eh ngapain dia sewot coba? Toh Nico itu hatersnya bukan sahabatnya. Ah masa bodo Rey tak mau memikirkan itu.

Hidup Rey kembali normal. Nico udah jarang menampakkan mukanya. Sadar level, kali! Nico kan sudah membuat Rey terombang ambing waktu SMP. Mungkin sekarang Nico sudah tak mau lagi berurusan dengan adik kelasnya itu.
"Eh, gue nggak ketemu Nico!" Felly menceritakan hal itu pada Rey.
"Eh, apa juga urusannya sama gue? Hel-auw!" Rey mengibaskan sebelah tangannya di depan muka Felly.
"Tapi kaan..." Deva mengedipkan sebelah matanya.
"Fikiran lo tuh, cuci sana pake air comberan!"
Rey berlalu. Nico memang nggak kelihatan. Tapi dia tak terlalu mempermasalahkannya toh hidupnya sudah lebih tenang. Nggak belepotan kaya hari-hari kemarin pas Nico masih ada. Kedua sudut bibirnya terangkat. A new life, batinnya.

Nico meletakkan tangannya di meja. Pandangannya menerawang jauh. Jauh sejauh jauhnya. Ia memikirkan keadaan Xian, dan tentang kebenciannya pada Rey. Semua berawal saat Rey menolak pernyataan cinta Xian pada waktu kelas 8.
"Bro, gimana PDKT elo?" Ello mengagetkan.
"PDKT palsu, taktik itu maksud lo?"
"Haha, iya! Awas aja kalo kebongkar. Kasian brad!"
"Biar dia ngerasain penderitaan Xian! Biar tau rasa!"
"Jahat lo!"
"Memang! Mr Kenrico harus jahat!"
"Devil kali!"
Mereka tertawa. Nico menang selangkah. Perlahan tapi pasti sepertinya ia berhasil memenangkan Rey. Entah untuk saat ini saja atau sampai nanti pada saat Rey benar-benar jatuh karenanya. Tapi malaikat menelusupkan satu kalimat dalam hati Nico. Karma selalu ada juga bagimu.

----------------------

Nico menarik lengan Rey. Begitu kuat sampai Rey memberontak kesakitan. Memang dia tahanan? Sampai harus diseret begitu. Bibirnya manyun sampai kaya bibir donald duck. Dia nggak suka diseret begitu. Tapi Nico nggak peduli. Padahal tadi ada Rossa yang harusnya pulang bareng Rey. Tapi kalau urusan sama Nico, mending kabur aja deh!
"Mau kemana siiiih?!"
"Tempat Xian!"
Mulut Rey terkatup rapat. Semua masalalu yang ia kubur tiba-tiba mencuat. Karena dialah Xian gila. Karenanyalah Xian harus berada di Rumah Sakit Jiwa selamanya.

Mereka tiba di Rumah Sakit Jiwa Taman Kerala sekitar pukul 5 sore. Harusnya jam besuk sudah habis, tapi karena Nico sudah janji dengan pihak RSJ, akhirnya diizinkan. Rey melangkah lunglai. Fikirannya melayang ntah kemana. Wajahnya pucat, tangannya dingin dan jantungnya berdegup kencang. Ini kali pertama ia menjenguk Xian.
"Xian.." sapa Nico.
"Ha.. Hai"
"Xiaaaann!!!"
"Kia... Haha Kia"
"Gue dateng sama cewek lo Xian"
"Kia love Ken? HAHAHA!"
"Xian kita pulang ya?"
Di luar dugaan Xian meraih tangan Nico dan Rey. Menggandengkan tangan mereka. Nico dan Rey saling pandang.
"Jangan tinggalin Kia.. Nanti aku bunuh kamu Ken!"
"Ma.. Maksud kamu?"
Tiba-tiba Xian menangis dan berteriak teriak. Suster dan beberapa perawat lain yang menanganinya langsung mempersilakan Nico dan Rey untuk pulang.
"Aku, panggil kamu Ken aja ya?"
"Kenapa?"
"Pokoknya gitu, biar beda sama yang lain. Biar..."
"Sama kaya Xian?"
"Mm.. Iya"
"Oke"
Nico menarik tangan Rey dan langsung melesat pergi. Ia mengantarkan Rey sampe ke depan rumah. Baru jam 7 saat mereka sampai di rumah. Rasanya Rey masih ingin bersama Nico untuk lebih lama, entahlah tapi ia merasa tak sanggup pergi. Nico hanya menatap Rey dalam diam. Hening.
"Ken mau masuk dulu? Mukanya pucat begitu?"
"Mm.. Iya deh boleh"
Setelah melangkah ke ruang tamu dan menawari Nico minum, Rey memainkan grand piano. Catnya gold dan tertera namanya "Aiko Kiarey C. A." besar dan ditulis dari krystal yang besar pula. Ada sejarah dibalik semua yang membuat Rey miris bila mengingatnya.
Jeng.. "Mungkinkah kau merasaakaan.. Semua yang kupasrahkan, kenaanglaah kaasiih"
Jengjengjeng "Ku suka dirinya.. Mungkin aku sayang.. Namun apakah mungkin kau menjadi milikku.."
Jengjengjeng "Kau pernah menjadi, menjadi miliknyaa.. Namun salahkah aku bila kupendam raasaa ini"
Hening sejenak.
"dont lose who you are in the blur of thestars"
Jeng "Seeing is deceiving dreaming is believing, its okay not to be okay"
Jengjeng "Sometimes its hard to follow ur heart! Tears dont mean youre losing, everybodys bruising JUST BE TRUE TO WHO YOU ARE!"
Closing.
Nico merinding, suara Rey barusan membuatnya teringat pada Xian yang sering menyanyikan kedua lagu itu. Ditambah suara Rey yang memang fix di nada tinggi dan hampir menyamai suara Jessie J dan Widy Vierra membuat bulukuduk Nico berdiri. Ngeri.
"Su.. suara lo" kata Nico seraya mendekati Grand Piano "exclussive" milik Rey.
"Ya, sebelum debut gue sama Xian. Sehari sebelum dia nembak gue"
"Hah?" pandangan Nico beralih ke sebuah foto. Disana ada Rey, Xian dan... produser?
"Kenapa sama fotonya?"
"Lo dulu guitarist?"
"Jangan bahas itu!"
"Tapi kenap..."
"Diem! Udah lo mau ngapain lagi heh? Mama papa di luar kota, kak Shella masih di rumah temennya. Mau ngapain? Pulang cepet!"
"Iyaiya gue pulang.."
Rey luruh, benteng pertahanannya runtuh. Selama ini usahanya move on gagal total. Hanya karena gitar. Dan kenapa harus gitar? Nico tak tega meninggalkan Rey sendiri. Ia tau Rey sedang menangis. Dalam hatinya. Untuk itu ia kembali dan menyejajarkan mukanya dengan muka Rey.
"Kalo elo mau nangis, nih ada lengan gue kalo lo mau pake. Gue bisa jadi pengganti Xian tapi bukan sebagai Xian ya. Sebagai Ken"
"Nggak. Gue nggak butuh! GUE NGGAK BUTUUUHH!!!" tiba-tiba Rey histeris.
"Pergi lo Ken PERGI!" teriaknya lagi.
"Rey tenang Rey!"
"Tadi gue udah tenang di depan Xian! Tapi sebenernya gue nggak baik baik aja, KENRICO! Gue bener" RAPUH!"
"Tapi Rey.. Gu.. Gue.."
"GUE LEBIH MENDERITA DARIPADA LO!!!"
Vas bunga keramik dibelakang rey diambil dan dilemparkan kepada Nico. Ia terpejam. Kepalanya berdarah. Rey menangis tak percaya ia sudah berani membunuh orang. Shella ternyata baru saja datang. Melihat Nico pingsan ia segera menghampiri.
"KEEENN! BANGUN KEN MAAFIN GUEEE!!! KEN LO JANGAN PERGIII!!!" Rey histeris. Lagi.
"Rey, kamu jagain Nico, kakak panggil dokter dulu"
"Ken, maafin aiko ya. Aiko salah banget sama Ken. Tapi Aiko jadi inget ke Xian gara-gara Ken" katanya sambil memangkukan kepala Nico di atas kedua paha kakinya. Tak peduli bajunya berdarah. 

Nico masih terpejam. Ia masih pingsan, tak bisa mendengar Rey yang terus histeris karena ulahnya sendiri sementara Shella masih menunggu dokter. Keen cepat bangun desis Rey tepat ditelinga Nico.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
#Wish4 : Nico seembuuh! - Rey

0 komentar:

Posting Komentar

See You Soon! Keep Read, Enjoy and Love!