Pages

Kamis, 26 Januari 2012

Sang Pembunuh Mentalku


Axelland Keyvara, panggil saja aku Key! Banyak orang mengenalku sebagai gadis 16 tahun yang memiliki cukup banyak prestasi dalam bidang Balap Mobil dan Olimpiade Fisika. Semua terasa indah sampai pada akhirnya hari ini aku harus kehilangan salah satu orang yang paling berharga dalam hidupku, Mama. Angin berhembus lembut seakan berusaha mengeringkan air mata yang sedari tadi terus kubiarkan mengalir. Tapi tetap saja aku terus terdiam di depan nisan mama, mencoba mengajaknya bicara tapi suara lembut itu tetap saja membisu. Untuk selamanya. Axel menarikku pelan dan mencoba untuk mengajakku pergi, tapi ragaku merasa ingin disini lebih lama lagi.
“Key, pulang! Ayolah”
“Aku, aku, masih mau disini Xel!” jawabku terbata.
“Kamu harus tau, mama tidak menyukai kita yang terlalu bersedih karena ditinggalkannya”
“Iya, tapi dia pergi begitu cepat! Papa memang tidak punya mata sampai-sampai jadi begini keadaannya?!”
“Key, papa sama sekali tidak bermaksud membuat mama pergi. Tapi ini sudah kehendak Tuhan dan kamu harus mengerti itu”, ucap papa menenangkanku.
“Apapun alasannya, itu semua tidak akan mengembalikan mama! Papa sama sekali tidak mengerti perasaanku!”
Aku berlari meninggalkan mereka, tapi kulihat Axel menyusulku. Kugenggam tangannya dan kuajak dia pergi bersamaku. Kuserahkan kunci mobil Pajero Sport-ku padanya. Otakku masih terlalu lemah untuk mengonsentrasikan fikiranku ke jalanan liar. Axel memasuki mobilku dan memulai untuk berperang dengan para armada roda empat yang tersebar di jalanan. Kami pergi ke villa untuk menenangkan diri. Sesampainya disana kami mencoba bicara berdua.
“Sudahlah Key, mama pasti akan tersenyum melihat kita bahagia lagi. Mama itu akan selalu jadi bintang di sini”, ia menyentuh dadanya mengisyaratkan bahwa disitu ada hati yang akan tetap diisi mama.
Baru kali ini ku lihat Axel Enrique menangis. Udara dingin puncak malam itu bak mengunci rapat nadiku, membuatku sesak seperti membunuhku perlahan dan hujan gerimis malam itu seolah menjadi lagu pengiring kesedihanku. Seperti akhir dari detik waktu dan kami terjebak dalam lautan air mata.
            Setelah hari itu, rumah terasa sepi. Papa tetap sibuk dengan pekerjaannya, Axel tetap berkutat dengan kulihanya dan aku tetap berusaha konsen untuk sekolah. Saat aku sampai di sekolah, kulihat Christy berjalan kearahku, ya dia adalah sobatku dari SMP.
“Key.. Apa kabar?” sapanya lembut.
“Oh, hai! Baik kok.. Kamu gimana? Aku kangen!” ucapku lalu memeluknya erat.
“Baik-baik aja kok. Turut berduka cita ya”
“Syukur deh. Aku masih terngiang-ngiang wajah mama, hanya perlu adaptasi menurutku. Thanks ya
“Tenang Key kan masih ada aku. Oh iya, kamu tahu ‘Hot Fire’ kan? Band nya Enrico Cirus?”
“Iya Christ, thanks a lot. Aku tahu, ada apa?”
“Sama-sama. Mereka membutuhkan vokalis baru dan Rico memberitahuku bahwa dia mengincar kamu sebagai vokalis barunya. Kalau berminat, kirim email saja ke dia. Bagaimana?”
“Okey. Aku rasa aku berminat. Apa emailnya?”
Terang saja aku langsung menyetujuinya karena aku memang ingin menanggalkan statusku sebagai pembalap, karena hal itu akan terus mengingatkanku pada mama. Mungkin rasa sakitnya seperti pedang yang menghujamku berulang kali tanpa memberiku ampun!
            Malamnya aku mengirim email ke Rico. Dia memintaku menemuinya di studio 4 SMA kami, SMA Athena. Setelah aku menyambanginya di studio 4, pertama-tama Rico segera memperkenalkanku kepada temannya satu persatu.
Guys, this is Axelland Keyvara. Vokalis baru kita.  Dan Key, ini Ronald, ini Richard dan ini Revan”
“Hai semua”
“Hai Key” mereka menjawab serempak.
Seiring dengan berjalannya waktu, band ini berkembang pesat. Banyak kejuaraan berhasil kami raih. Hal itu berdampak positif  bagi kami, tentunya untuk memacu prestasi kami. Suatu sore seusai latihan Revan mengajakku pergi ke rumahnya. Dia berkata ada hal penting yang harus kami bicarakan.
“Key, aku dengar kamu sedang stress berat? Benar?”
“Ya, mamaku pergi setelah sebuah kecelakaan dengan minibus. Tapi papaku selamat”, jawabku sambil menerawang pada kejadian itu.
“Oh ya? Aku turut berduka cita. Hmm.. Aku tahu cara membuatmu melupakan semua beban itu”
“Hah? Apa caranya?”
“Ikuti caraku. Aku memakai ini. Dan aku melupakan semuanya”
Revan menunjuk sebuah plastik kecil yang berisi serbuk putih dan sebuah suntikan disampingnya.
“Apa itu... na.. narkoba?”
“Ya, ini narkotika jenis kokain. Tapi kau tahu ini sudah membuatku lupa akan semuanya. Haha!”
“Kau yakin? Aku ta..”
“Kau tak perlu takut. Jika ini tak berfungsi, kembalikan saja padaku. Kuberikan padamu gratis untuk pertama kali” katanya memotong kalimatku yang belum selesai.
“Baiklah. Terimakasih”
“Tapi jangan beritahu anak-anak HF atau siapapun yang kamu kenal kecuali aku!”
“Iya aku mengerti”
Ketika sampai dirumah aku mengunci pintu rapat-rapat. Sempat terbesit rasa takut dalam benakku. Tapi hasratku mengalahkan semuanya. Kucampurkan narkotika itu dengan alkohol dan menusukkannya dalam lengan kiriku. Sakitnya tak sebanding dengan sakit mentalku. Dalam sepuluh menit tubuhku melemas, beban fikiranku terasa menghilang seperti bulu yang tertiup angin dan otakku seperti menari-nari di awan. Esoknya aku terbangun pukul 05.00 karena ketukan di kamarku
“Siapa?”
“Axel, masa kerbau sih?”
“Oh. Sebentar”, kataku seraya membuka pintu.
“Tumben masih kusut biasanya kamu sudah rapi”
“Haha. Aku sedang malas”
“Ya sudah kalau begitu. Kakak kuliah dulu ya, ada penelitian di laboratorium Universitas kakak”
“Yup!”
Axel pergi dan aku mulai melangkahkan kaki untuk pergi ke toilet. Anehnya, setelah mandi aku justru merasa pusing, kepalaku seperti baru dihujam batu besar, badanku menggigil dan pandanganku kabur. Rasanya seperti benar-benar dipenjara, begitu menyiksaku. Bahkan nafasku terasa sesak seperti paru-paruku sudah busuk tak mau menerima oksigen lagi. Di sekolahpun aku melamun, sampai-sampai para guru dan tentunya Christy ikut menegurku.
“Kamu kenapa?”
“Ya? Jangan khawatir, semua baik-baik saja!”
Aku meneruskan menyimak pelajaran tapi rasanya fikiranku sudah terbunuh oleh algojo. Mendadak tak ada yang bisa aku fikirkan. Mungkin untuk satu tambah satu pun aku tak tahu harus menjawab apa!
            Hari ini aku menelpon Revan, memintanya untuk memberikanku narkoba lagi. Percobaan kemarin berhasil membuatku ‘senang’ dan membuatku lupa akan semua hal termasuk mama.
“Berapa semuanya?”
“Tujuh ratus lima puluh ribu. Transfer saja ke rekeningku”
“Beres”, ucapku.
Aku menutup telpon. Satu jam kemudian Revan menyambangiku di gang sempit samping sekolah dan memberikan titipanku. Aku bahkan sempat berfikir mengapa negara ini mengharamkannya, padahal nikmatnya seperti angin yang berhembus kencang dan pergi kemanapun ia mau. Narkoba dari segala jenisnya pun sudah pernah kucoba. Rasanya benar-benar seperti di neraka jika aku harus hidup tanpa narkoba,  rasanya seperti bernafas tanpa udara. Tubuhku seperti dihujami tombak panas, sakit disekujur tubuhku. Aku hanya memandang iPadku, bosan lalu aku membantingnya dan kulihat layarnya retak. Ku cakar lenganku hingga berdarah dan kujambak rambutku. Kusulut rokokku lalu kutelpon Revan lagi tanpa melihat panggilan keluarku.
“Van, heroin sama ganja ya untuk lusa. Lima puluh gram sekalian”
“Apa?! Kamu ngomong ap-”
Tiba-tiba Axel memasuki kamarku.
“Ya Tuhan! KEYVARA! Apa yang kamu lakukan?!”
“Ax.. Axel.. Aku..”, aku memandangnya nanar. Perasaanku campur aduk antara bersalah dan sedih telah membohongi Axel padahal ia sayang sekali padaku.
“Jadi kamu jadi kurus dan jadi mata panda selama ini gara-gara memakai narkoba? Kenapa harus begitu? Kenapa?!”
Belum sempat aku menjawabnya, papa masuk dengan wajah berapi-api.
“Papa dapat panggilan ke sekolah kamu hari ini dan kamu tahu apa? Mereka memprotes papa karena nilai ulangan kamu akhir-akhir ini takpernah lebih dari 6. Kartu kredit kamu juga mengalami pembengkakan, ada aa.. Ya ampun Key! Kamu merokok?!!”
“Dan dia sudah memakai narkoba, Pa”
“APA?”
“Haha, peduli apa papa?”, kataku sambil menginjak rokok itu.
Papa hendak menamparku tapi Axel menahannya. Aku terjatuh lalu menangis. Otakku terasa membeku dan sakit. Tapi itu semua kulakukan karena papa tak pernah memberiku perhatian. Keesokan harinya aku mendengar berita penangkapan Revan dan hari itu pula aku dibawa ke panti rehabilitasi.
            Awalnya berada disana sangat sulit. Kau tahu? Di awal aku berada disana tiap malam aku menangis dan sesekali menjerit karena menahan hasrat untuk tak menyentuh narkoba. Tapi akhirnya ini aku berhasil lolos dari pembunuh yang membunuhku secara berkala. Kali ini aku berjanji untuk kembali menjadi aku yang dulu. Oh ya, Revan dikeluarkan dari HF juga dan Rico CS meminta maaf padaku atas kejadian itu. Sekarang aku menyadari bahwa aku harus berfikir dua kali untuk melakukan sesuatu dan harus menggunakan logika juga untuk memutuskannya. Remaja memang labil tapi ada baiknya kita mengatur emosi itu. Tuhan, mama, dan semua maafkan aku. Terima kasih Tuhan Kau telah memberiku kesempatan lagi untuk hidup bersama mereka yang kusayangi.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Galls, just tell.. Ini juga cerpen yg aku kirim buat lomba di Jatim :) hehehe.. Doain menang ya, kamsahamnidaa ^o^v

Senin, 09 Januari 2012

Missing You - CCC Girls

Dulu aku tinggalkanmu
Dulu aku lupakanmu
Dan aku berpaling UNTUKNYA

Maaf sayang ku tak tahu
Betapa kau cinta aku
Kini kusadari ku salah
Please baby come back!

Baby I missing you badly
Wishing you, here with me
NEVER let you go away
Dont wanna loose u again

Baby tataplah mataku
Coba rasakan cintaku
Ku berjanji kan selalu setia
Bersama selamanya

Aku kan selalu disini
Menunggu kau kembali
Ku tak akan berpaling
Tulus ku berjanji


Baby I missing you badly
Wishing you, here with me
NEVER let you go away
Dont wanna loose u again

Oh.. Baby baby tak ada lagi
Galau di hati, itu dulu...
Kini ku slalu disisi bersamamu
Sampai akhir


Baby I missing you badly
Wishing you, here with me
NEVER let you go away
Dont wanna loose u again

Baby I missing you badly
Wishing you, here with me
NEVER let you go away
Dont wanna loose u again

Dont wanna loose u again
Dont wanna loose u again 

guys lagu itu dinyanyiin sama Ce Faby Marcelia, Ce Aelke Mariska, Ce Eriska n Ce Zaneta :)
U should know that they had a beautiful voices n  like it :)
Link download? Klik nih : Missing You - CCC 2 Girls

Instatheme

What d u think about photograph? U always think it must be perfect! But what about the new photographer (like me ya) they are not too bad sih. But everybody give they critics. Ckck. Now I will  send some photos about me :D


Lalalalala... I dont wanna say anything :) bye

Rabu, 04 Januari 2012

Iliovasilema (Matahari Terbenam)

Sore itu rintik-rintik hujan mulai membasahi jas seragam warna merah milik Stella. Tapi tetap saja kakinya tidak ingin beranjak dari pusara sang kakak. Di sampingnya, Leon terus menunggu dengan bosan sambil sesekali melirik jam tangan di tangan kanannya. Ia tak mau terlalu lama menemani Stella karena baginya hal ini nggak penting.
“Stel, emang lo masih lama ya mantengin kakak lo disini? Hujannya udah mulai deres nih! Dan gue harus cepetan cabut soalnya mau ada acara lagi!”, katanya sambil melihat ke sekitar tempat pemakaman.
“Masih! Gue belum puas disini. Gue kangen Ka Adrian!”
“Lo nggak keberatan kan kalau gue tinggal? Gue ada acara bareng Teen TV 30 menit lagi!”
“Tinggal aja gue nggak peduli!”
“Oke. Bye, Stel!”
“Yaa!” jawab Stella malas.
Semenit kemudian Leon meninggalkan Stella sambil sebelumnya sempat mengacak-acak rambut cewek itu. ‘Selalu begitu! Gue menyesal dulu sempet ngejar dia, Tuhan! Egoisnya, arrogantnya nggak berubah! Oh Shit!’ batin Stella. Memang, dulu Stella sangat menyukai Leon, tapi setelah tau bagaimana sifat Leon, Stella justru sangat ingin melepaskannya.
                Hujan sepertinya semakin deras, Stella kemudian berlari meninggalkan TPU itu dan menuju halte di depannya. Dilihatnya pintu TPU, masih terbuka. Sepi. Tak lama kemudian seorang cowok keluar dari gerbang TPU itu. Cowok yang mengenakan seragam sama seperti dirinya. Tak lama kemudian sebuah taksi lewat dan Stella menghentikannya. Taksi itu berhenti di seberang. Stella hendak menyusul, tapi...
CIIITTT! Stella terjatuh, kakinya bergesekan dengan aspal. Gue selamat!
“Ngapain lo dikuburan jam segini?” tanya si pengemudi sambil turun dari Yaris putihnya.
“Hah? Gu.. Gue ngejengukin kakak gue. Kalo lo?”
“Gue ngejengukin mendiang mama gue. Udah sini, gue anter pulang. Anggep aja permintaan maaf gue abis nabrak elo! Oh iya pak, taksinya nggak jadi. Ini uangnya, kembaliannya ambil aja!”
“Oh, makasih den!” sambut Pak Supir Taksi lalu pergi.
Nggak banyak omong, cowok itu langsung membantu Stella berdiri dan menyuruhnya duduk di jok depan. Sementara si pengemudi langsung menuju ke kursi driver dan kembali menjalankan mobilnya. Sementara Stella membatin, ‘Inikah Fabian? Adik tiri Leon dari Ayah tirinya?’
“Makanya   Non! Jalan tu diliat-liat!”
“Maaf! Tadi pengen cepet-cepet pulang soalnya hujan!”
“Hahaha. Ooh jadi ini yang namanya Stella. Cantik” katanya setelah melihat badge name Stella.
“Halah, gombal! Eh, sebentar! Kamu kan Fabian! Anak XI IPA 5 yang kapten basket itu kan?”
“Iya gue Fabian. Kok lo tau?”
“Temen gue banyak yang naksir elo, dan elo kan adik tirinya Leon”
“Ah masa? Tapi percuma aja sih, gue nggak suka sama mereka-mereka itu. Ya, adik tiri yang nggak pernah akur. Leon sama gue berantem terus. Walaupun udah  dua tahun lebih serumah”
“Iya. Yah, lagian nggak ada Undang-Undang yang ngelarang seseorang ngefans sama elo kan? Wah seriusan?”
“Oke oke. Iya serius. Oh iya ati-ati ya sama Leon. Dia itu playboy!”
“Oke!”
Tiga puluh menit berlalu tanpa percakapan.  Mereka sampai.
“Lo kok tau rumah gue?”
“Leon pernah cerita ke gue. Udah deh buruan masuk. Udah malem juga. See!”
“Oh! Sippdeh! See!”
Stella segera masuk ke rumahnya dengan langkah yang sedikit tertatih karena benturan dengan aspal tadi. Fabian mengawasi Stella dari dalam mobil dan tersenyum. Tak lama kemudian Yaris itu menghilang dari depan gerbang rumah Stella.
-----
                Tiga bulan kemudian Stella dan Fabian sudah sangat dekat. Namun saat dirinya mulai dekat dengan Fabian, Stella mendengar kabar yang membuatnya sangat terluka. Sonya, teman sekelasnya memberi tahu bahwa Leon semalam menembak anak kelas XI IPA 6 dan diterima. Mereka jadian. Stella panas. Ia menghampiri Leon ke kelasnya.
“Oh, jadi gini? Jadian di belakang gue sama Denisa?”
“Anak kecil diem aja kenapa sih?”
“Leon, bukan berarti setelah lo putus sama Shella terus elo jadian sama gue dan elo bisa jadian lagi sama Denisa! Gue juga punya perasaan!”
“Halah, lo itu nggak lebih dari pelarian gue sebenernya!”
PLAK!
“KITA PUTUS!”
“Berani ya lo ngegampar gue?! Gue tonjok lu!”
                Leon mengepalkan tangannya, Stella menutup mukanya. Hampir menangis. Tapi saat Leon akan menghantamkan tangannya ke wajah Stella, seseorang menampiknya. Gue selamat!
“Stop, bray! Ini cewek lo!”
“Peduli apa gue? Toh kita udah putus!”
“Leon, lo baru jadian berapa minggu sih udah putus? Dasar playboy!”
“Terserah gue! Lagian ngapain sih lo ngurusin hidup gue hah?”
“Lo sodara gue! Gue wajib ngingetin lo!”
“Siapa lo? Lo bukan adik kandung gue kan?! Jadi lo nggak berhak ngatur gue!”
“Gue berhak! Karena lo udah gue anggap kaya kakak kandung gue!”
                Sejenak suasana hening. Ya, Leon baru saja mengerahkan tangan kanannya untuk menonjok Fabian. Darah sejenak mengalir dari bibir Fabian. Baru saja Fabian hendak mengepalkan tangannya untuk menonjok balik Leon, Stella buru-buru menampiknya.
“STOP! Fabian, lo ikut gue, sekarang!”
Stella menarik tangan Fabian, mengajaknya pergi ke taman belakang sekolah. Mengajaknya bicara.
“Aduh, Fab harusnya lo nggak ngelakuin itu tadi!”
“Itu gue lakuin demi lo. Oh ya, ini!”
                Ia mengarahkan sebuah liontin lumba-lumba. Dua.
“Satu untuk gue, yang satu lagi untuk lo”
“Kok tiba-tiba lo ngasihin ini ke gue? Eh sebentar”
                Disekanya luka itu. Dengan berhati-hati. Ya, berdoa supaya Fabian nggak kesakitan.
“Yah, biar elo selalu inget gue Stel! Oh iya...”
“Ahaha, nggak usah disuruh juga gue selalu inget elo kok. Iya, apa?”
“Lo mau nggak jadi pacar gue?”
“Ha?”
“Iya, kalo lo mau kita jadian”
“Mmm.. Gimana ya? Mau ga ya?”
“Mau dong Stel, pliss!”
“Iya deh, Fab! Hehehe”
“Serious?”
“Yeah!”
“Makasih, ade gue tersayang!” katanya sambil memeluk dan mengacak-acak rambut Stella.
“Sama-sama. Hah, alay lu” katanya tersenyum lebar.
Fabian memakaikan liontin itu ke Stella. Tapi Fabian menyimpan liontinnya. Well, nggak mungkin kan cowo pake kalung! Hari ini akhirnya mereka jadian. Stella dengan mudah meng-iyakan tawaran Fabian. Entah mengapa, instingnya merasa klik di cowok itu. ‘Gue janji bakalan jaga elo Stel, walaupun gue mati hari ini pun gue bakal tetep di sisi elo’, batin Fabian.
-------
                Kayanya kabar pacarannya Fab-Stel udah kedenger sampe telinga Leon, siang itu di jam istirahat pertama Leon berniat memberikan pelajaran buat Fabian. Dicarinya Leon di kelas, tidak ada. ‘Pasti di taman belakang sekolah!’ Disapunya pandangan seisi taman, dan benar! Stella sedang duduk di salah satu bangku, memandangi SLR yang dibawa Fabian. Well, hunting foto! Leon menghampiri, baru akan menonjok Fabian tapi..
“Steelll!!!”
                Stella roboh.
“Lo tu gimana sih, Leon? Lo nggakpunya mata ya?”
“Gu.. Gue nggak.. Nggak maksud!”
“Denger ya, sekali lagi elo nyakitin Stella, gue nggak bakalan diem!”
“Udah udah gue nggakpapa! Leon bisa nggak sih lo nggak ganggu gue sama Fabian sebentar aja!”
“Maaf Stel!”
“Udah Fab, Leon gue ke kelas dulu!”
                Stella berlari ke kelasnya. Fabian bukannya menghajar balik Leon, tapi malah menyuruhnya duduk.
“Leon, duduk deh!”
“Maafin gue ya” Leon lalu duduk mengikuti Fabian.
“Iya nggakpapa, gue nitip Stella. Gak lama lagi gue akan pergi”
“Lho? Kemana Fab? Ngga ngajak-ngajak gue lo?” , kata Leon sambil menepuk bahu saudaranya itu.
“Ke suatu tempat yang elo nggakbisa nyusul. Sebentar lagi gue bakalan tidur selamanya! Oh ya gue nitip ini buat Stella!” katanya sambil menyerahkan sebuah surat.
“Jangan bercanda lo Fab! Candaan lo nggak lucu tau! Eh apaan nih? Surat cinta? Kok lewat gue?”
“Haha gue nggak bercanda leon! Gue kanker hati! Nggak percaya? Nih! Bukan, surat wasiat!” katanya sambil menyerahkan berkas Rumah Sakit yang ada di tasnya.
“APAAN INI? Nggak nggak! Nggak mungkin!”
“Lo harus percaya! Sini! Gue mau cabut! Oh iya serahin itu surat pas gue mati!” katanya enteng.
Fabian pun pergi, ia meninggalkan Leon sendiri dengan terpaku. Masih tak percaya tentang rahasia besar Fabian selama ini. Leon nggak sanggup dan nggak ngerti gimana cara dia memberi tahu Stella nanti.
-------
                Tak terasa Fab-Stel udah jadian enam bulan! Stella merasa seneng, nggak seperti waktu dia jadian sama Leon, kesiksa banget! Waktu awal-awal Stella-Fabian jadian ajaa, Leon sempet berantem sama Fabian gara-gara nggak ikhlas Stella pacaran sama sodara tirinya. Tapi perlahan Leon bisa menerima dan mulai berubah. Sekarang mereka sahabatan. Bertiga. Pagi itu Stella lari terbirit-birit menghampiri Leon.
“LEEEOOOONN!!!”
“Apaan Stel? Kok kayanya kebingungan banget? Liat tuh rambut lo acak-acakan hahaha!”
“Emang gue pikirin deh! Liat cowo gue nggak?”
                Leon terdiam.
“Kemana Fabian, On?”
“Lo sekarang ikut gue ya, ntar gue jelasin”
“Apa sesuatu yang buruk terjadi padanya?”
                Didekapnya Stella erat. Stella lalu menjatuhkan air mata.
“Udah sekarang elo ikut gue, oke?”
“Iya..” Stella menjawab lirih.
*flashback*
... Jam 19.20 di kamar Fabian, saat Leon sedang main PS bareng saudaranya...
“Wah sial lo Fab gue lo kalahin lagi!”
“Gue kan jaago Leon! Hahaha! Cewek lo aja sampe klepek klepek sama gue!”
“Sialan lo! Udah ah jangan diungkit-ungkit lagi!”
“Eh sebentar ya gue ambil minum dulu!”
“Siiip!”
                Lima menit, Sepuluh menit, Tiga puluh menit Fabian nggak balik. Leon curiga, ia menyusul Fabian ke dapur. Dan benar saja, Fabian sudah tergeletak dengan muka yang benar-benar pucat. Leon lalu memanggil papa-mamanya dan membawa Fabian ke Rumah sakit. Syukrlah saat di Rumah Sakit dokter masih bisa menyelamatkan nyawa Fabian. Dia sempat dirawat di ICU. Tapi paginya, ia sudah diperbolehkan pindah ke ruang rawat inap.
“Pagiii.. Sudah baikan Fab?”
“Pagii.. Sudah, Leon. Gue rasa gue bakalan pergi hari ini”
“Nggak, nggak lo nggak boleh ngomong gitu Fab! Optimis sembuh!”
“Halah, nggak tau deh tinggal Tuhan!”
“Sialan lo! Jangan begitu ah! Ntar nggak bisa ketemu Stella kapok lu!”
“Hehehehe bercandaan ding! Tapi sebelum mati gue pengen ketemu Stella”
“Jiah! Makin ngaco lu! Eh udah ya gue berangkat dulu! Daah!”
“Daah!”
Leon segera melejit ke sekolah. Sementara Fabian merasa sudah ‘siap’ jika harus ‘terbenam’ hari ini.
------
                Mobil Jazz hitam milik Leon langsung meluncur menuju RS St. Maria, mereka menuju kamar VIP 77. Stella tak percaya, Fabian terbaring lemah disana. Di oksigen. Ketika melihat Stella ia hanya bisa tersenyum.
“Elo sakit apa, Fab?”, Stella mulai menangis.
“Elo.. Gakperlu khawatirin gue Stel..”
“Gimana gue nggak khawatir? Elo kaya gini tau!”
                Fabian berusaha duduk.
“Udah udah nggak perlu duduk, ntar gue takut elo kenapa-kenapa!”
“Oke.. Stel, gue boleh minta satu hal sama elo?”
“Apa? Bilang ke gue, gue pasti tepatin!”
“Lo sayang kan sama gue?”
“Iya Fab. Gue sayaaaaang banget sama lo”
“Apa apa coba ulangin lagi?”
“Iya Fabian gue sayang banget sama lo”
“Janji? Elo bakalan sayang trus sama gue?”
“Oke, janji!”
                Fabian akhirnya memberikan liontin lumba-lumba yang disimpan untuknya. Dia memberikan liontin itu sambil menggenggam tangan Stella erat. Entah mengapa Stella takmau kehilangan guardian angelnya ini. Dua detik kemudian sensor elektrokardiografnya berbunyi nyaring. Stella kaget setengah mati. Ia menjerit. Leon yang mendengar jeritan Stella langsung memanggil suster dan dokter lalu masuk ke ruang Fabian.
“Fabiannn! Elo kenapa? Jangan tinggalin guee!”
“Gue.. Sayang.. Elo.. Stella!”
                Elektrokardiograf, grafiknya.. RATA!
“Astaga! FABIAAANN!!!” Stella menjerit.
“Stel, ikut gue”, Leon meraih salah satu tangan Stella menariknya pergi. Menjauh dari Fabian.
“Tapi Leon, dia..” Stella kembali menangis.
“Udah ikut gue”
                Leon menuntun cewek itu menuju lorong rumah sakit. Ia menyerahkan sebuah surat.

Dear Stella Clarence,
                Maafin gue Stel. Gue nggak pernah cerita ini ke elo. Selama ini gue kena kanker hati, dan gue gamau elo ikutan sedih soalnya gue sayang sama elo. Gue mau elo selalu senyum, karena senyuman elo itulah yang ngebangkitin semangat gue. Pas gue lelah, gue lemah, dan gue butuh seseorang untuk menghangatkan hidup gue. Leon juga sebenernya udah tau tapi gue gakmau dia ngasitau elo. Dan gue janji pas masa hidup gue udah berakhir, gue bakalan selalu nyayangin elo kaya matahari yang sinarnya gapernah redup. Janji! Hapus airmata lo Stel, hapus! Gue mau senyuman itu balik lagi. Anggap aja gue itu matahari yang terbenam dan elo yakin bakalan ketemu gue besok pagi. Gue mau kok jadi matahari elo mulai detik ini (wah gombal) hahaha.. Remember, you’re my angel! Oh iya, kalo lo kangen gue, lo boleh ngomong sama gue lewat foto atau lo dateng ke ‘rumah’ gue pasti gue denger. Love you always, Stella.
With Love,

Fabian W.

                Stella menangis, tak percaya. Ya, Fabian kini telah pergi. Bukan untuk sementara, tapi untuk selamanya. Meninggalkannya sendiri disini. Tangisan Stella tak juga berhenti. Melihat hal itu Leon merasa kasihan. Dipeluknya Stella sambil ia menahan tangis, ia sendiri juga merasa kehilangan Fabian karena hubungannya baru mulai membaik. Tapi Tuhan mengambilnya dari dia, keluarganya, dan Stella.
------
                Hari ini hari pemakaman Fabian. Stella dan Leon masih ingin berdiri disana. Mereka tersenyum Fabian bisa beristirahat dengan tenang, tak ada yang menyakitinya. Dalam hatinya, Stella tak mampu mengikhlaskan. Tapi bagaimana, ini sudah kehendak yang menciptakan.
“Fab, gue sayang lo..”
“Gue juga bro.. Gue berdoa biar elo dapat tempat istimewa di sisi Tuhan”
Akhirnya mereka meninggalkan pusara. Tapi saat hendak membalikkan badan, Stella melihat ‘Fabian’ berdiri sambil tersenyum di seberang sana. Stella menangis, tapi ia lega. Fabian sudah beristirahat dengan tenang. Tapi rasa dalam hati Stella nggak akan pernah mati buat Fabian. I believe you will come even I need.
Selesai . . .
------------------------
Jujur, sebenernya cerpen ini Rey post ke redaksi majalah sekolah lho! Cuman nggak kepilh ;sad. Tapi gapapa deh toh kan bisa diterbitin disini, private account gitu! Gimana comment kalian? Bagus gak?
Ditunggu ya kritik dan sarannya!
Creator : Rey!!

Senin, 02 Januari 2012

Survival LDR Part 5 (Ilham : the days after Vanilla gone)

Hey._. Frida langsung sambung aja gimana? Lanjut yuk :) Itung" nebus kesalahan yang kemarin, TELAT UPDATE! Check this out!

-----------------------------
Sejak kejadian malam itu Vanilla jadi slalu nelfon, SMS, atau videochat-an sama Ilham. Ia merasa butuh seseorang untuk mengcovernya. Tapi disisi lain Vanilla merasa bersalah karena belum menceritakan tentang kejadian 'Ficky MOS' kemarin. Ia takut melukai hati Ilham tapi disatu sisi ia merasa bersalah bila tka menceritakannya. Akhirnya Vanilla memutuskan menceritakannya pada Iam saat mereka berchatting ria di YM!.
  • Iaam__ : Van, gw ke Bandung liburan bsok.
  • VNaile : What? Serious?
  • Iaam__ : Iia! Ngpain gw boong. Ntar ktemuan di rumah lo gmn? Rumah lo dmn si?
  • VNaile : Yeahou! Asyiikk! Gw pgn jg ktmu lo, Am {} Boleh. D Jl St. Marcia/12 ;) Eh gw boleh crita ga?
  • Iaam__ : Oh, iya tar gw ngmg ke mama klo gw mau nemuin elo. Boleh!
  • VNaile : Mm.. Oke! Gini, Am.. Gw ditembak senior waktu di MOS kmrn. Gw gaterima trus gw gampar dia! :( Msa dy blg dy lbh bae dari elo sih! Gue kan ngg trimaa! :(
  • Iaam__ : weew~ lo trima? mm, lo minta maaf gih ke dia! ;) gbaik bgitu sm kk senior:) Minta maaf aja hunn:) Aku off bye.
'What? OFF? Perasaan tadi dia bilang bakalan nemenin gue chat sampe malem deh!' batin Vanilla. Ia merasa ada yang salah dari Iam. Entah apa tapi ia tak tahu mengapa Ilham bisa Off secepat itu. Apa mungkin Ilham cemburu? Atau ada acara mendadak? Gaktau deh!
---------------
Mata Ilham mulai ngantuk, terpaksa ia batalkan chat sampai malam dengan Vanilla. Matanya tak bisa ditolerir lagi. Pasalnya kemarin malam ia sudah berdugem ria dengan teman-temannya di Sherlocia High School. Akhir-akhir ini Iam merasa orangtua nya hanya mementingkan pekerjaan mereka sehingga ia memutuskan menyibukkan diri dengan mengikuti balap liar, dugem, hangout sampe pagi dan lainnya. Tapi Iam tetap memprioritaskan sekolah sebagai prioritas utamanya. Dan semua itu TAK DIKETAHUI VANILLA! satu SMS masuk.
From : Cheryl
Iam, bso ad racing. Pke lotus lo y! Hadiahny lmyn, 50 jt. Kl klh nyumbangin 15 jt. Ikut y!


To : Cheryl
O.K. gw sumbang 30 jt kl klh.
Ponsel dimatikan. Iam sebenarnya tak ingin jadi seperti ini tapi apa daya bila orangtuanya sama sekali tak mempeduikannya? 'I dont wannabe one of brokenhomes people but this is what THEY want! Kill me slowly!' umpatnya. Mungkin ini jalan terbaik baginya. Pergi sejenak saja dari frustasi yang menghadang fikirannya. Mungkin juga Ia sempat berfikir tentang Vanilla. Namun sedetik lagi dilawannya semua itu. DEMI KESENANGAN YANG JUSTRU MENGHANCURKAN HIDUPNYA!
---------------
Hari ini Iam datang ke sekolah dengan segar (setelah tidur yang cukup). Mata pandanya cukup terhapus dan mukanya yang charming itu kelihatan makin bersinar. Sekarang rambutnya dibiarkan memanjang dan di style ala Choi Siwon, di wax berantakan. Setelah memarkir lotusnya di parkiran, ia pun menuju ke kelas X.5. Cheryl menghampirinya dan memeluk Iam seketika.
"Iaaamm gue dikerjain sama bisma tuuh!" rengeknya sambil memeluk Iam.
Ilham mematung, dilihatnya Bisma datang menghampiri.
"Lho, Cher? Lo kok meluk-meluk Iam sih? Ntar kalo Vanilla tau gimana?"
"Biar, biar sekalian dia mutusin Ilham dan gue bisa memiliki Ilham seutuhnya!"
"Ta..." bisma baru saja mau berkata-kata tapi,
Ilham menarik Cheryl dari pelukannya, KERAS! Ia mendorong Cheryl mundur.
"Cher! Apa-apaan sih lo? Inget ya, jangan pernah sekali-kali elo jauhin Vanilla dari gue! JANGAN PERNAH!" katanya lantang. Telunjuk itu mengarah tepat ke hidung Cheryl yang mancung.
"Udah udah, kali aja Cheril cuman bercanda kan?"
"I.. Iya am!"
Ilham lalu melangkah gontai menuju bangkunya. Sementara Bisma menarik Cheryl pergi. Tiba-tiba saja Ilham mempertimbangkan perkataan Cheryl barusan. Apakah sebaiknya ia memiliki Cheryl juga? Toh di Surabaya ia takpunya siapa-siapa selain anggota ganknya. Hanya untuk mengisi kekosongan hatinya. Buru-buru ia menghapus fikiran kacau itu.Ia harus setia padaa....
"Vanilla!" Morgan mengagetkan. Seolah tau apa kalimat yang harus dilanjutkan.
"Hehehehehe"
"Kok kusut banget? Ntar malem lo ikut racing?"
"Iya nih gue masih pegel-pegel. Semalem gue udah tidur awal banget sih. Tp sebelum itu gue abis beer 3 kaleng! Ikut lah bro! Lo sendiri?
"Kacau lo, man! Kenapa sih lo jadi minum gitu? Gue aja nggak pernah walaupun gue sering ikut racing! Iya gue ntar ikut, pake yang lama aja, yang baru lagi di modif. Lotus gue kan cuma 3 bro, lo kan dua kali lipatnya!"
"Biar, gue begini lebih tenang. Yang penting gue gak make1!Hahaha, lo gak boleh kaya gue man! Gue udah parah! Gapapa, gue beli juga izin bokap"
"Dan dibolehin!"
Mereka tertawa renyah, namun dibalik semua itu Morgan tahu yang dilakukan Ilham hanyalah untuk membunuh waktu agar tak merasa sendiri. Sebenarnya Ia kasihan melihat Iam seperti itu, tapi mau bagaimana lagi?
--------------------------
Malam tiba, Ilham bersiap menuju area balap liar yang biasa digunakan. Tak lupa ia membawa cek sebesar 30 juta (jika kalah) untuk dibayarkan ke ketua panitia. Terdengar suara mobil yang baru masuk garasi. Papa dan mama, batinnya.
"Ilhaam.. Anak papa"
"Hai" jawabnya cuek
"Ilhaaam mama kangeen!"
"Haai"
"Mau kemana kamu?"
"Racing"
"Ha? Ra..."
"Udah ma bentar lagi kita harus rapat di Bali. Iam, Papa sama Mama akan ada di Bali sampai akhir buan. Jaga diri kamu baik-baik"
"Iya pa"
Ilham tak lagi mempedulikan papa dan mamanya. Ia langsung saja pergi menuju jalan yang dimaksud.  Begitu sampai, suasana suah cukup ramai. Dilihatnya Raffael, Morgan, Bisma, Dicky, Reza, Rangga dan tentunya Cheryl. Pembalap cewek satu-satunya di club mereka.
"Udah siap? Park your car on Cheryl's side. Want to drink some beer?"
"O.K. Yaa 7 please" baru saja bartender sekaligus pengarah itu akan pergi tapi distopnya.
"Hey! One more. For my gank an Cheryl"
"O.K"
Diparkirnya lotus itu disamping mobil Cheryl dan dihampirinya Cheryl bersama anggota ganknya yang lain. Mereka sudah tertawa-tawa bersama.
"Gue telat?" kata Ilham memastikan.
"Belum kok! Tepat waktu malah!" kata Rangga menenangkan.
"I had bought some beer for us"
"Sory, gue nggak!" kata morgan mengangkat tangan.
"Gue juga nggak minum Am!" Rangga mengangkat tangan juga.
"Gue juga nggak!" satu lagi, Dicky mengangkat tangannya.
"Ada lagi?"
"Nggak kok, cuman 3" Cheryl menepuk bahunya.
Merekapun melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda karena Ilham. Tak lama bartender tadi datang. Mereka sepakat minum dua (botol) setiap satu orang. Saat race dimulai, Ilham baru menghabiskan setengah dari 1 botol (ada 2) beer yang dibeli.
"1.. 2.. 3.. GO!"
Mobil-mobil mewah berwarnawarni itu melaju cepat, berbelok dan mengerem melalui lintasan yang ditentukan sebanyak 16 laps. Sorakan-sorakan banyak tertuju ke Ilham. Pasalnya dari total 40 game yang digelar, ia berhasil memenangkan 25 game. Ada yang ber doorprize 15 juta sampai yang 1.5 miliar. Bayangkan saja, belum yang kalah.. Membayar mulai dari 5 juta sampai 750 juta! Tapi karena anggota club ini adalah mereka yang 'berkelas', menurut mereka angka itu kecil. Yang penting bukan trilliun, mereka menyanggupi.
"Ilham.. Ilham.. Ilham..!!"
"Go Ilham Go Ilham Go!"
"Ilhaaaam!!"
Teriakan semacam itulah yang terdengar di area lintasan. 1 lap lagi.
"Daan, Ilham terus memimpin, disusul Cheryl dan Raffael dibelakangnya, akankah Ilham mampu mempertahankan gelar sebagai 'The King Of Roads'?" MC bercuapcuap.
"5.. 4.. 3.. 2.. 1.. daan!! YEAH ILHAM BERHASIL MEMPERTAHANKANNYA!"
"YEEEE!!!"
Semua bersorak, Ilham tersenyum senang dan bangga. Senyumnya yang lebar mengisyaratkan bahwa Ia adalah The King Of Road yang digadang-gadang selama ini menggantikan Ary. Anggota grup mereka yang berpindah ke Bandung.
"Selamat ya Ilham" ucap Cheryl. Kemudian memeluknya, mengarahkan bibirnya ke pipi Ilham dan kemudian mengecupnya. Sedetik kemudian ia menyodorkan sebotol beer yang sudah hilang separuh karena Ilham meminumnya sebelum berlaga.
"Sama-sama Cher" Ilham tak bereaksi apa-apa. Membiarkan Cheryl melakukan hal seperti itu untuk kedua kalinya.
Cheryl lalu mengarahkan korek api pada rokok yang ada di tangan kanannya. Rokok yang dibeli Cheryl juga bukan rokok pasaran. Satu pack saja harganya mencapai 200 ribu. Apinya berwarna pink, asapnya tak berbau, dan memiliki rasa strawberry. Wow~
::pause::
--> flashback
Cheryl adalah murid SMPN 17 yang kemudian bersekolah di Sherlocia HS. Cheryl begitu mudah akrab dengan anggota gank Ilham karena anaknya yang supple dan cantik, imut. Sebenarnya dia anak yang polos. Tapi karena pengaruh Ilham CS, ia jadi ikut menjadi anak berandalan. Tapi diantara ia dan Ilham CS, hanya dirinya yang merokok. Sementara Ilham, Bisma, Morgan, Dicky, Rangga, Reza dan Raffael sama sekali tidak merokok.
Cheryl, cewek berusia 15 tahun berpostur tinggi sekitar 168 cm dengan bera 50 kg, berkulit putih, berambut ikal pendek namun menegaskan ada kesan lurus dengan poni yang menutupi mata hingga pipi kirinya jika dibiarkan saja. 
::play::
Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi ketika Ilham dengan kesadaran dibawah 50% memutuskan pulang. Akhirnya Morgan menemani Ilham pulang, takut terjadi apa-apa. Morgan akhirnya meninggalkan mobilnya dan menitipkannya pada pihak Cafe yang ada di ujung jalan. Ia juga sempat menawarkan pada Ilham agar Ia yang mengemudi mobil tapi Ilham menolak.
"Am, gue aja yang nyetir!"
"Udah gue aja gu gue bisa kok!"
Mereka lalu pulang. Morgan juga memutuskan menginap rumah Ilham karena besok adalah hari Minggu. Awalnya perjalanan mulus, sampai 4 km sebelum rumah Ilham pada saat Morgan membaca beberapa BBM yang masuk bel berbunyi keras. Ilham mendelik dan membanting setir ke kanan namun di depan ada Kijang LGX Silver yang menghantam lalu semuanya gelap.
---------------
Morgan terluka tak terlalu parah, sementara Ilham benar-benar dipertaruhkan nyawanya. Morgan juga tak menelfon orangtua Morgan atau Vanilla. Karena Ia tau pasti mereka akan sangat-sangat murka. Ilham koma, hampir kehabisan darah seandainya tak ada seseorang yang bersukarela menyumbangkan darah. Cheryl-lah orangnya. Golongan darah Cheryl O, jadi dia bisa mendonorkan darahnya untuk semua darah termasuk AB, golongan darah Ilham.
"Cher, thanks banget ya elo udah mau ngerelain darah lo buat dia" kata Dicky sambil menunjuk Ilham yang terbaring lemah an tak sadarkan diri.
"Sama-sama" Cheryl tersenyum masih lemas dengan infus di tangan kirinya.
Ilham koma selama hampir 4 hari. Pada pukul 19.06 ia sadar. Perlahan ia mengerjapkan matanya. Kepalanya terasa berat, perutnya sakit. Akhirnya untuk pertama kalinya setelah ia tidur panjang ia berkata
"Tuhan, terima kasih kesempatan ini Kau berikan lagi"
Matanya berlinang air mata. Sadar Ilham telah sadar, anggota gank nya (minus Cheryl karena ia sedang bersama Ibunya di Yogyakarta) masuk dan memanggil perangkat rumah sakit.
-------------------
Apa ya yang bakalan kejadian sama Ilham setelah insiden kecelakaan itu? Kabar Vanilla juga gimana? Siapa sih Ary? Dan gimana Ficky setelah ditolak Vanilla?
Tunggu di Survival LDR 6 dan part-part selanjutnya!
Thanks for Reading....
creator : REY

Minggu, 01 Januari 2012

Call Me "REY" !

U know that i'm boyish rite? OKEY on my clofs im not boyish, girly maybe --" but i like racing, drifting, flying fox, or whatever that boys like! yohoo~ if u meet me in one a time u shoul impressed that i'm GIRLY! but not at all! believe or not, if you know me one more time, u can describe that I'm boyish! HAHAHA!

Okey, I'm frida. but I show my name on my bbm as FREYDAA so someone in my chatlist called me wif REY! Shock? Yea! I think its really boyish muahaha but I like it cuz its better than DAAA.. joke name? noo.. Its a nick, and I like it :) Somebody can call me wif some name too ex : Rey, Frid, Daa (double A!), Nest, or Nna! Haha, up to you O.K. ?

But now, I'm feel comfort if u call me REY/FRIDA! hehehe
See You Soon! Keep Read, Enjoy and Love!