Pages

Rabu, 04 Januari 2012

Iliovasilema (Matahari Terbenam)

Sore itu rintik-rintik hujan mulai membasahi jas seragam warna merah milik Stella. Tapi tetap saja kakinya tidak ingin beranjak dari pusara sang kakak. Di sampingnya, Leon terus menunggu dengan bosan sambil sesekali melirik jam tangan di tangan kanannya. Ia tak mau terlalu lama menemani Stella karena baginya hal ini nggak penting.
“Stel, emang lo masih lama ya mantengin kakak lo disini? Hujannya udah mulai deres nih! Dan gue harus cepetan cabut soalnya mau ada acara lagi!”, katanya sambil melihat ke sekitar tempat pemakaman.
“Masih! Gue belum puas disini. Gue kangen Ka Adrian!”
“Lo nggak keberatan kan kalau gue tinggal? Gue ada acara bareng Teen TV 30 menit lagi!”
“Tinggal aja gue nggak peduli!”
“Oke. Bye, Stel!”
“Yaa!” jawab Stella malas.
Semenit kemudian Leon meninggalkan Stella sambil sebelumnya sempat mengacak-acak rambut cewek itu. ‘Selalu begitu! Gue menyesal dulu sempet ngejar dia, Tuhan! Egoisnya, arrogantnya nggak berubah! Oh Shit!’ batin Stella. Memang, dulu Stella sangat menyukai Leon, tapi setelah tau bagaimana sifat Leon, Stella justru sangat ingin melepaskannya.
                Hujan sepertinya semakin deras, Stella kemudian berlari meninggalkan TPU itu dan menuju halte di depannya. Dilihatnya pintu TPU, masih terbuka. Sepi. Tak lama kemudian seorang cowok keluar dari gerbang TPU itu. Cowok yang mengenakan seragam sama seperti dirinya. Tak lama kemudian sebuah taksi lewat dan Stella menghentikannya. Taksi itu berhenti di seberang. Stella hendak menyusul, tapi...
CIIITTT! Stella terjatuh, kakinya bergesekan dengan aspal. Gue selamat!
“Ngapain lo dikuburan jam segini?” tanya si pengemudi sambil turun dari Yaris putihnya.
“Hah? Gu.. Gue ngejengukin kakak gue. Kalo lo?”
“Gue ngejengukin mendiang mama gue. Udah sini, gue anter pulang. Anggep aja permintaan maaf gue abis nabrak elo! Oh iya pak, taksinya nggak jadi. Ini uangnya, kembaliannya ambil aja!”
“Oh, makasih den!” sambut Pak Supir Taksi lalu pergi.
Nggak banyak omong, cowok itu langsung membantu Stella berdiri dan menyuruhnya duduk di jok depan. Sementara si pengemudi langsung menuju ke kursi driver dan kembali menjalankan mobilnya. Sementara Stella membatin, ‘Inikah Fabian? Adik tiri Leon dari Ayah tirinya?’
“Makanya   Non! Jalan tu diliat-liat!”
“Maaf! Tadi pengen cepet-cepet pulang soalnya hujan!”
“Hahaha. Ooh jadi ini yang namanya Stella. Cantik” katanya setelah melihat badge name Stella.
“Halah, gombal! Eh, sebentar! Kamu kan Fabian! Anak XI IPA 5 yang kapten basket itu kan?”
“Iya gue Fabian. Kok lo tau?”
“Temen gue banyak yang naksir elo, dan elo kan adik tirinya Leon”
“Ah masa? Tapi percuma aja sih, gue nggak suka sama mereka-mereka itu. Ya, adik tiri yang nggak pernah akur. Leon sama gue berantem terus. Walaupun udah  dua tahun lebih serumah”
“Iya. Yah, lagian nggak ada Undang-Undang yang ngelarang seseorang ngefans sama elo kan? Wah seriusan?”
“Oke oke. Iya serius. Oh iya ati-ati ya sama Leon. Dia itu playboy!”
“Oke!”
Tiga puluh menit berlalu tanpa percakapan.  Mereka sampai.
“Lo kok tau rumah gue?”
“Leon pernah cerita ke gue. Udah deh buruan masuk. Udah malem juga. See!”
“Oh! Sippdeh! See!”
Stella segera masuk ke rumahnya dengan langkah yang sedikit tertatih karena benturan dengan aspal tadi. Fabian mengawasi Stella dari dalam mobil dan tersenyum. Tak lama kemudian Yaris itu menghilang dari depan gerbang rumah Stella.
-----
                Tiga bulan kemudian Stella dan Fabian sudah sangat dekat. Namun saat dirinya mulai dekat dengan Fabian, Stella mendengar kabar yang membuatnya sangat terluka. Sonya, teman sekelasnya memberi tahu bahwa Leon semalam menembak anak kelas XI IPA 6 dan diterima. Mereka jadian. Stella panas. Ia menghampiri Leon ke kelasnya.
“Oh, jadi gini? Jadian di belakang gue sama Denisa?”
“Anak kecil diem aja kenapa sih?”
“Leon, bukan berarti setelah lo putus sama Shella terus elo jadian sama gue dan elo bisa jadian lagi sama Denisa! Gue juga punya perasaan!”
“Halah, lo itu nggak lebih dari pelarian gue sebenernya!”
PLAK!
“KITA PUTUS!”
“Berani ya lo ngegampar gue?! Gue tonjok lu!”
                Leon mengepalkan tangannya, Stella menutup mukanya. Hampir menangis. Tapi saat Leon akan menghantamkan tangannya ke wajah Stella, seseorang menampiknya. Gue selamat!
“Stop, bray! Ini cewek lo!”
“Peduli apa gue? Toh kita udah putus!”
“Leon, lo baru jadian berapa minggu sih udah putus? Dasar playboy!”
“Terserah gue! Lagian ngapain sih lo ngurusin hidup gue hah?”
“Lo sodara gue! Gue wajib ngingetin lo!”
“Siapa lo? Lo bukan adik kandung gue kan?! Jadi lo nggak berhak ngatur gue!”
“Gue berhak! Karena lo udah gue anggap kaya kakak kandung gue!”
                Sejenak suasana hening. Ya, Leon baru saja mengerahkan tangan kanannya untuk menonjok Fabian. Darah sejenak mengalir dari bibir Fabian. Baru saja Fabian hendak mengepalkan tangannya untuk menonjok balik Leon, Stella buru-buru menampiknya.
“STOP! Fabian, lo ikut gue, sekarang!”
Stella menarik tangan Fabian, mengajaknya pergi ke taman belakang sekolah. Mengajaknya bicara.
“Aduh, Fab harusnya lo nggak ngelakuin itu tadi!”
“Itu gue lakuin demi lo. Oh ya, ini!”
                Ia mengarahkan sebuah liontin lumba-lumba. Dua.
“Satu untuk gue, yang satu lagi untuk lo”
“Kok tiba-tiba lo ngasihin ini ke gue? Eh sebentar”
                Disekanya luka itu. Dengan berhati-hati. Ya, berdoa supaya Fabian nggak kesakitan.
“Yah, biar elo selalu inget gue Stel! Oh iya...”
“Ahaha, nggak usah disuruh juga gue selalu inget elo kok. Iya, apa?”
“Lo mau nggak jadi pacar gue?”
“Ha?”
“Iya, kalo lo mau kita jadian”
“Mmm.. Gimana ya? Mau ga ya?”
“Mau dong Stel, pliss!”
“Iya deh, Fab! Hehehe”
“Serious?”
“Yeah!”
“Makasih, ade gue tersayang!” katanya sambil memeluk dan mengacak-acak rambut Stella.
“Sama-sama. Hah, alay lu” katanya tersenyum lebar.
Fabian memakaikan liontin itu ke Stella. Tapi Fabian menyimpan liontinnya. Well, nggak mungkin kan cowo pake kalung! Hari ini akhirnya mereka jadian. Stella dengan mudah meng-iyakan tawaran Fabian. Entah mengapa, instingnya merasa klik di cowok itu. ‘Gue janji bakalan jaga elo Stel, walaupun gue mati hari ini pun gue bakal tetep di sisi elo’, batin Fabian.
-------
                Kayanya kabar pacarannya Fab-Stel udah kedenger sampe telinga Leon, siang itu di jam istirahat pertama Leon berniat memberikan pelajaran buat Fabian. Dicarinya Leon di kelas, tidak ada. ‘Pasti di taman belakang sekolah!’ Disapunya pandangan seisi taman, dan benar! Stella sedang duduk di salah satu bangku, memandangi SLR yang dibawa Fabian. Well, hunting foto! Leon menghampiri, baru akan menonjok Fabian tapi..
“Steelll!!!”
                Stella roboh.
“Lo tu gimana sih, Leon? Lo nggakpunya mata ya?”
“Gu.. Gue nggak.. Nggak maksud!”
“Denger ya, sekali lagi elo nyakitin Stella, gue nggak bakalan diem!”
“Udah udah gue nggakpapa! Leon bisa nggak sih lo nggak ganggu gue sama Fabian sebentar aja!”
“Maaf Stel!”
“Udah Fab, Leon gue ke kelas dulu!”
                Stella berlari ke kelasnya. Fabian bukannya menghajar balik Leon, tapi malah menyuruhnya duduk.
“Leon, duduk deh!”
“Maafin gue ya” Leon lalu duduk mengikuti Fabian.
“Iya nggakpapa, gue nitip Stella. Gak lama lagi gue akan pergi”
“Lho? Kemana Fab? Ngga ngajak-ngajak gue lo?” , kata Leon sambil menepuk bahu saudaranya itu.
“Ke suatu tempat yang elo nggakbisa nyusul. Sebentar lagi gue bakalan tidur selamanya! Oh ya gue nitip ini buat Stella!” katanya sambil menyerahkan sebuah surat.
“Jangan bercanda lo Fab! Candaan lo nggak lucu tau! Eh apaan nih? Surat cinta? Kok lewat gue?”
“Haha gue nggak bercanda leon! Gue kanker hati! Nggak percaya? Nih! Bukan, surat wasiat!” katanya sambil menyerahkan berkas Rumah Sakit yang ada di tasnya.
“APAAN INI? Nggak nggak! Nggak mungkin!”
“Lo harus percaya! Sini! Gue mau cabut! Oh iya serahin itu surat pas gue mati!” katanya enteng.
Fabian pun pergi, ia meninggalkan Leon sendiri dengan terpaku. Masih tak percaya tentang rahasia besar Fabian selama ini. Leon nggak sanggup dan nggak ngerti gimana cara dia memberi tahu Stella nanti.
-------
                Tak terasa Fab-Stel udah jadian enam bulan! Stella merasa seneng, nggak seperti waktu dia jadian sama Leon, kesiksa banget! Waktu awal-awal Stella-Fabian jadian ajaa, Leon sempet berantem sama Fabian gara-gara nggak ikhlas Stella pacaran sama sodara tirinya. Tapi perlahan Leon bisa menerima dan mulai berubah. Sekarang mereka sahabatan. Bertiga. Pagi itu Stella lari terbirit-birit menghampiri Leon.
“LEEEOOOONN!!!”
“Apaan Stel? Kok kayanya kebingungan banget? Liat tuh rambut lo acak-acakan hahaha!”
“Emang gue pikirin deh! Liat cowo gue nggak?”
                Leon terdiam.
“Kemana Fabian, On?”
“Lo sekarang ikut gue ya, ntar gue jelasin”
“Apa sesuatu yang buruk terjadi padanya?”
                Didekapnya Stella erat. Stella lalu menjatuhkan air mata.
“Udah sekarang elo ikut gue, oke?”
“Iya..” Stella menjawab lirih.
*flashback*
... Jam 19.20 di kamar Fabian, saat Leon sedang main PS bareng saudaranya...
“Wah sial lo Fab gue lo kalahin lagi!”
“Gue kan jaago Leon! Hahaha! Cewek lo aja sampe klepek klepek sama gue!”
“Sialan lo! Udah ah jangan diungkit-ungkit lagi!”
“Eh sebentar ya gue ambil minum dulu!”
“Siiip!”
                Lima menit, Sepuluh menit, Tiga puluh menit Fabian nggak balik. Leon curiga, ia menyusul Fabian ke dapur. Dan benar saja, Fabian sudah tergeletak dengan muka yang benar-benar pucat. Leon lalu memanggil papa-mamanya dan membawa Fabian ke Rumah sakit. Syukrlah saat di Rumah Sakit dokter masih bisa menyelamatkan nyawa Fabian. Dia sempat dirawat di ICU. Tapi paginya, ia sudah diperbolehkan pindah ke ruang rawat inap.
“Pagiii.. Sudah baikan Fab?”
“Pagii.. Sudah, Leon. Gue rasa gue bakalan pergi hari ini”
“Nggak, nggak lo nggak boleh ngomong gitu Fab! Optimis sembuh!”
“Halah, nggak tau deh tinggal Tuhan!”
“Sialan lo! Jangan begitu ah! Ntar nggak bisa ketemu Stella kapok lu!”
“Hehehehe bercandaan ding! Tapi sebelum mati gue pengen ketemu Stella”
“Jiah! Makin ngaco lu! Eh udah ya gue berangkat dulu! Daah!”
“Daah!”
Leon segera melejit ke sekolah. Sementara Fabian merasa sudah ‘siap’ jika harus ‘terbenam’ hari ini.
------
                Mobil Jazz hitam milik Leon langsung meluncur menuju RS St. Maria, mereka menuju kamar VIP 77. Stella tak percaya, Fabian terbaring lemah disana. Di oksigen. Ketika melihat Stella ia hanya bisa tersenyum.
“Elo sakit apa, Fab?”, Stella mulai menangis.
“Elo.. Gakperlu khawatirin gue Stel..”
“Gimana gue nggak khawatir? Elo kaya gini tau!”
                Fabian berusaha duduk.
“Udah udah nggak perlu duduk, ntar gue takut elo kenapa-kenapa!”
“Oke.. Stel, gue boleh minta satu hal sama elo?”
“Apa? Bilang ke gue, gue pasti tepatin!”
“Lo sayang kan sama gue?”
“Iya Fab. Gue sayaaaaang banget sama lo”
“Apa apa coba ulangin lagi?”
“Iya Fabian gue sayang banget sama lo”
“Janji? Elo bakalan sayang trus sama gue?”
“Oke, janji!”
                Fabian akhirnya memberikan liontin lumba-lumba yang disimpan untuknya. Dia memberikan liontin itu sambil menggenggam tangan Stella erat. Entah mengapa Stella takmau kehilangan guardian angelnya ini. Dua detik kemudian sensor elektrokardiografnya berbunyi nyaring. Stella kaget setengah mati. Ia menjerit. Leon yang mendengar jeritan Stella langsung memanggil suster dan dokter lalu masuk ke ruang Fabian.
“Fabiannn! Elo kenapa? Jangan tinggalin guee!”
“Gue.. Sayang.. Elo.. Stella!”
                Elektrokardiograf, grafiknya.. RATA!
“Astaga! FABIAAANN!!!” Stella menjerit.
“Stel, ikut gue”, Leon meraih salah satu tangan Stella menariknya pergi. Menjauh dari Fabian.
“Tapi Leon, dia..” Stella kembali menangis.
“Udah ikut gue”
                Leon menuntun cewek itu menuju lorong rumah sakit. Ia menyerahkan sebuah surat.

Dear Stella Clarence,
                Maafin gue Stel. Gue nggak pernah cerita ini ke elo. Selama ini gue kena kanker hati, dan gue gamau elo ikutan sedih soalnya gue sayang sama elo. Gue mau elo selalu senyum, karena senyuman elo itulah yang ngebangkitin semangat gue. Pas gue lelah, gue lemah, dan gue butuh seseorang untuk menghangatkan hidup gue. Leon juga sebenernya udah tau tapi gue gakmau dia ngasitau elo. Dan gue janji pas masa hidup gue udah berakhir, gue bakalan selalu nyayangin elo kaya matahari yang sinarnya gapernah redup. Janji! Hapus airmata lo Stel, hapus! Gue mau senyuman itu balik lagi. Anggap aja gue itu matahari yang terbenam dan elo yakin bakalan ketemu gue besok pagi. Gue mau kok jadi matahari elo mulai detik ini (wah gombal) hahaha.. Remember, you’re my angel! Oh iya, kalo lo kangen gue, lo boleh ngomong sama gue lewat foto atau lo dateng ke ‘rumah’ gue pasti gue denger. Love you always, Stella.
With Love,

Fabian W.

                Stella menangis, tak percaya. Ya, Fabian kini telah pergi. Bukan untuk sementara, tapi untuk selamanya. Meninggalkannya sendiri disini. Tangisan Stella tak juga berhenti. Melihat hal itu Leon merasa kasihan. Dipeluknya Stella sambil ia menahan tangis, ia sendiri juga merasa kehilangan Fabian karena hubungannya baru mulai membaik. Tapi Tuhan mengambilnya dari dia, keluarganya, dan Stella.
------
                Hari ini hari pemakaman Fabian. Stella dan Leon masih ingin berdiri disana. Mereka tersenyum Fabian bisa beristirahat dengan tenang, tak ada yang menyakitinya. Dalam hatinya, Stella tak mampu mengikhlaskan. Tapi bagaimana, ini sudah kehendak yang menciptakan.
“Fab, gue sayang lo..”
“Gue juga bro.. Gue berdoa biar elo dapat tempat istimewa di sisi Tuhan”
Akhirnya mereka meninggalkan pusara. Tapi saat hendak membalikkan badan, Stella melihat ‘Fabian’ berdiri sambil tersenyum di seberang sana. Stella menangis, tapi ia lega. Fabian sudah beristirahat dengan tenang. Tapi rasa dalam hati Stella nggak akan pernah mati buat Fabian. I believe you will come even I need.
Selesai . . .
------------------------
Jujur, sebenernya cerpen ini Rey post ke redaksi majalah sekolah lho! Cuman nggak kepilh ;sad. Tapi gapapa deh toh kan bisa diterbitin disini, private account gitu! Gimana comment kalian? Bagus gak?
Ditunggu ya kritik dan sarannya!
Creator : Rey!!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagus!
Tapi character nya kurang dapet
Terus berkarya ya!
Caiyooo

alfridaa mengatakan...

ntar diusahain bikin yg lbh bagus lagi yaa :)
doanyaa :D
OKEE !
thx vhoo respon ^^

Posting Komentar

See You Soon! Keep Read, Enjoy and Love!